Senin, 11 April 2011
Habis ngebahas yang part 1 kemaren sekarag kita lanjut lagi pembahsannya :) karena saya udah membaca sebagian dari buku Dark History of The Popes yang fenomenal itu, dan saya akan membagikan apa yang saya dapat, bagi yg belum baca part 1 silahkan klik di sini :)
Setelah berakhirnya masa masa keji dan licikya Agiltrude, muncul lagi sekarang jaman dimana di sebut jaman "Pornokrasi kepauasan" atau di anggap sebagai "kekuasaan Para Pelacur" oleh sebagian yang percaya bahwa pada periode ini kepausan berada dalam genggaman tangan pelacur. Sama seperti boneka boneka yang benangnya di pegang oleh Agiltrude. Para paus Pornokrasi ini pun menjadi pasangan - pasangan antusias di dalam dekadensi dan kebejatan moral yang menjadi karakter dari era tak tahu malu ini.
Setelah berakhirnya masa masa keji dan licikya Agiltrude, muncul lagi sekarang jaman dimana di sebut jaman "Pornokrasi kepauasan" atau di anggap sebagai "kekuasaan Para Pelacur" oleh sebagian yang percaya bahwa pada periode ini kepausan berada dalam genggaman tangan pelacur. Sama seperti boneka boneka yang benangnya di pegang oleh Agiltrude. Para paus Pornokrasi ini pun menjadi pasangan - pasangan antusias di dalam dekadensi dan kebejatan moral yang menjadi karakter dari era tak tahu malu ini.
Sejarawan Lambordia dari abad ke - Sepuluh, Uskup Liutprand dari Cremona menuliskan di bukunya Antapodosis yang menggambarkan Paus saat itu :
Mereka berburu dengan menunggang kuda yang berhiaskan emas, mengadakan pesta pesta dengan berdansa bersama para gadis ketika perburuan usai dan beristirahat dengan para pelacur (mereka) di atas ranjang - ranjang berselubung kain sutera dan sulaman sulaman emas di atasnya. Semua uskup Roma telah menikah dan istri-istri mereka membuat pakaian-pakaian sutera dari jubah suci.
Uskup Liutprand menjuluki Theodora dan Marozia sebagai 'dua wanita kerajaan yang menggairahkan (yang) memerintahkan kepausan selama abad kesepuluh'. Theodora, kemudian ia melanjutkan, 'adalah pelacur yang tak kenal malu', begitu pula dengan putrinya Marozia.
Kembali ke Theodora, Liutprand menjelaskan secara rinci bagaimana Theodora menggoda seorang pastor muda dan memberikannya posisi Uskup Bologna dan Uskup Agung Ravenna. Juga Theodora menjadikan kekasihnya paus dengan gelar Yohanes X. Ia mungkin ayah dari putri termuda Theodora.
Theodora sudah melakukan praktik membuat orang jadi paus saat ia merakayasa kepausan Yohanes X ke atas Singgasana Santo Petrus pada tahun 914 Masehi. Paus Yohanes X memang cocok dengan etos pornokrasi yang ia temukan di Roma. Ia komandan perang yang hebat dimana ia berhasil memukul mundur kaum Muslim Seracen. Tapi ia menodai hidupnya dengan Nepotisme, dimana ia membuat sanak keluarganya terus kaya dan hampir tak mempunyai prinsip.
Pengangkatan Yohanes X ke Singgasan Santo Petrus tidak di sukai putri Thedora, Marozia, ia bertekad mengahalangi Yohanes X menjadi paus dengan calon dari dirinya, seorang Yohanes yag lain, putra haramnya dengan Paus Sergius III yang lahir sekitar 910 Masehi. Tapi pada saat itu putra Marozia baru berusia empat tahun, teralalu muda untuk jadi Paus, walaupun pada zaman itu paus paus remaja sudah mejadi hal yang biasa.
Akhirnya Marozia menyusun siasat, dia mencotohi Duchess Agiltrude yang beraksi dalam Sidang Jenazah dan mengambil teladannya. seperti halnya Agiltrude, Marozia di motivasi oleh kebencian buta yang sama, dorongan tanpa penyesalan yang sama untuk bertindak dan hasrat untuk mencapat tujuan dengan semua cara dan harga berapapun.
Balasa dendam Marozia di mulai seteali kematian suami pertamanya, count Alberic dari Lambordia. Pada dasarnya Alberic adalah seorang pembuat masalah. Banyak kejahatan yang di torehnya, salah satunya ia piawai dalam mengangkat seseorang menjadi paus.
Memanfaatkan suaminya, Marozia sengaja mendorong suaminya untuk menantang Paus Yohanes X. Namun Marozia tampaknya salah perhitungan, karena Yohanes X bukanlah orang yang mudah di kalahkan dalam perang, Yohanes X berhasil memukul mundur pasukan Alberic hingga akhirnya kematian menjemput alberic, dia terbunuh dan mayatnya di mutilasi oleh Yohanes X. Demi tujuan yang lebih mengerikan, Paus yang menang ini memaksa Marozia untuk melihat sisa-sisa jenazah suaminya, sebuah pengalaman yang mengerikan yang tidak akan Marozia lupakan bahkan ia maafkan.
Pada saat itu ia menunda pembalasan dendamnya kepada ibunya Theodora, mungkin karena Marozia masih menghormatinya. Marozia tidak melancarkan apapun tehadap Yohanes X dalam beberapa waktu. Namun Yohanes X gencar memarakan api kepada Marozia, Yohanes X kemudian beraliansi pada raja Italia yang baru pada saat itu. membuat kekuatan Marozia di Roma goyah.
Namun dua tahun kemudian Marozia meikah kedua kalinya dengan Guido yang bergelar Count dan Duke dari Lucca dan Margrave, atauu gubernur militer Toscana. Ha itu memperkuat kekuatan Marozia, di tambah lagi oleh kematian ibunya, Theodora, yang tentu saja banyak rumor yang mengatakan bahwa Marozia yang meracuninya.
Marozia dan suaminya merencanakan Yohanes Petrus saudara dari Paus Yohanes, Petrus dapat jabatan yang menguntungkan dari Yohanes dan membuat kesal para bangsawan Roma karena ini adalah ulah Nepotisme Yohanes X. Petrus gagal terbunuh tapi tetap tersingkirkan dari jabatannya. Setelah itu pendukungnya tersingkir, Yohanes X manjadi target selanjutnya. Sehingga khirnya Yohanes wafat, entah karean di cekik saat tidur menurut Liutprand atau jadi korban kegelisahannya sendiri.
Setalah Marozia berkuasa, ia menciptakan dua Paus boneka untuk mengulur ngulur waktu agar anak haramnya Yohanes (juga namanya) bisa cukup umur dan menjadi Paus, sehingga tahun 931 Masehi anaknya itu menjadi Paus Yohanes XI.
Suami kedua Marozia meninggal pada tahun 929, setalah Yohanes XI naik tahta ia memfasilitasi pernikahan Marozia dengan kekasih lamanya, Raja Hugh dari Italia, yang merupakan iparnya, karena Hugh adalah saudara tiri Guido. dalam hukum Gereja, perkawinan antar ipar tidak sah. Dan hambatan lainnya adalah Hugh masih berstatus menikah, tapi dengan bantuan Yohanes XI, perceraiannya di mudahkan, dan bahkan pada pernikahan Marozia dan Hugh, Sri Paus itu menghadirinya untuk memberikan kesan bahwa pernikahan itu sah.
Yohanes XI akhirnya mempermudah segala kesulitan Marozia, apalagi setealah kemenangannya atas Yohanes X, namun ia tidak menyadari, bahwa putara sahnya dengan Alberic, Alberic II tidak menyukai dirinya, karena Marozia pilih kasih dan lebih mementingkan saudara tirinya Yohanes XI. Sehingga membuat kedegkian dalam diri Alberic II. Ketika acara pernikahan ibunya, Alberic II menghina Hugh, namun Hugh menanggapinya dengan santai namun akhirnya kesabarannya habis dan menampar Alberic II di depan umum yang membuat Alberic II tidak bisa memaafkan hal ini dan bersumpah akan membalas dendam.
Selang beberapa bulan pernikahan Marozia dan Raja Hugh, Alberic II dan para pasukannya memberontak dan menyerang langsung Marozia dan Hgh di kediamannya, Hugh berhasil kabur namun Marozia tidak dan akhirnya, ibunya itu di penjarakan di penjara yang paling dasar di kediaman itu yang artinya dia tidak bisa melihat sinar mentari lagi. Pada saat itu marozia berumur empat puluh dua tahun, rupanya amsih rupawan, namun ia di penjara selama lima puluh empat tahun.
Alhirnya Alberic II berkuasa dan ia menujukan kekuatan sekulernya, sebelum ia meninggal ia berpesan agar putra tidak sahnya Octavian diangkat sebagai Paus. Dant tahun 955 Masehi anaknya di angkat dengan gelar Yohanes XII dan pengangkatanya merupakan bencana sepenuhnya.
Paus Yohanes XII sangat merisaukan khalyak ia menjadikan Vatikan layaknya rumah brdil, bahkan membutakan seorang kardinal dan mengebiri kardinal lain, bahkan di sebut sebut pernah bermabuk mabukan bersama Iblis dalam kecanduannya akan alkohol.
Itu membuatnya di kucilkan oleh khayalak, namun dia mengancam akan mengucilkan semua orang yang terlibat, dalam istilah Kristen, ekskomunikasi atau pengucilan, yang berati dikeluarkan daro Gereja, kehilangan perlindungannya dan bahkan membahayakan kjiwa yang abadi.
Pembalasan dendam Yohanes XII terhadap orang orang yang tidak menukainya sangat kelewatan. Sehingga pada akhirnya ia tewas di bunuh oleh seorang suami yang murka yang istrinya tengah di gauli oleh Yohanes XII.
Tetapi Gereja amasih belum lepas dari kekuasana 'para pelacur' yang telah mengahsilkan 9 Paus yang paling bejat yang merusak nama kepausan. 22 tahun setelah kematian dramatis Yohanes XII, Uskup Crescentius melihat ibu Yohanes XI, Marozia, saat itu Marozia berumur 96 tahun kecantikannya telah hiland dari dirinya. Paus yang baru terpilih Yohanes XV memutuskan untuk mengampuni Marozia, namun pengamupunan itu masih terikat oleh kepercayaan saat itu yaitu dengan cara pengusiran roh jahat atau setan yang bersemayam dalam diri Marozia. Setelah pengusiran itu datanglah algojo yang membekam langsung marozia dengan bantal 'untuk kesehatanya' katanya, atas nama 'Ibu Suci Gereja dan perdamaian orang orang Roma'. Inilah akhir dari sedikit pornokrasi yang terjadi banyak hal yan serupa terjadi. Namnun saya sudahi dulu lanjut di part berikutnya, semoga bisa menambah wawasan bagi semua :).
0 komentar:
Posting Komentar